Hujan Terakhir

Januari 13, 2016

Hujan menyambut pagi ini dengan senyumnya. Tanah di sekitarku mengeluarkan aroma khas yang tak bisa disamakan dengan aroma manapun. Dedaunan juga merunduk tak kuat menahan air yang mengguyurnya. Angin berdesir membawa hawa dingin menusuk tulang. Aku menengadah menatap langit yang mengeluarkan butiran air bening. Kurentangkan tanganku untuk menyambut hujan. Kubiarkan hujan ini membasuh tubuhku. Air dari mataku pun mengalir bersatu dengan hujan yang membasahiku. Seiring hujan yang terus menyelimuti tubuhku, kenangan-kenangan itu muncul dalam fikiranku seperti film lama yang diputar kembali. Kenangan yang mengingatkanku akan segalanya. Segala hal yang kurindukan.
Tiga tahun lalu aku begitu membenci hujan, sangat membencinya. Hingga akhirnya ketika aku bertemu seorang laki-laki yang menunjukkan padaku betapa indahnya tersenyum di antara hujan. Siang itu aku terjebak hujan dan memutuskan untuk menunggu hujan reda di halte. Kupikir aku sendirian di halte itu ketika kulihat ada seorang laki-laki turun dari bus dan duduk di sampingku. Laki-laki tersebut memakai celana jeans panjang dan kemeja kotak-kotak berwarna biru tua dan di tangannya terdapat sebuah jaket abu-abu yang digunakannya untuk menghangatkan tubuhnya. Beberapa menit waktu berlalu dan sunyi melingkupi kami berdua, kukira ia tak tahan dengan diamku hingga akhirnya ia mengajakku berkenalan. Baru beberapa menit kami berkenalan, aku tak melihat kecanggungan di matanya. Ia menceritakan banyak hal padaku tanpa peduli kalau kami baru kenal. Aku juga menceritakan banyak hal padanya, hingga akhirnya aku bercerita padanya kalau aku begitu membenci hujan.
Setelah aku selesai bercerita, ia menatapku bingung. Kemudian ia mengajakku berdiri dan menari di tengah hujan, tapi aku menolaknya. Ia tak putus asa, tangannya yang kuat menyeretku ke tengah jalan yang saat itu sepi. Ia mengajakku menari, berdansa, berlari-larian di tengah hujan.
Tak terasa hujan telah reda dan matahari kini berada di kaki langit. Kulihat jam di pergelangan tanganku. Apakah aku bermimpi? Selama 4 jam aku bermain dengan hujan bersama orang yang baru kukenal siang tadi. Tapi ini bukan mimpi. Setelah aku sadar, aku memberitahunya bahwa aku harus pulang sebelum orangtuaku mencariku. Kemudian ia menawarkan diri untuk mengantarku pulang dan aku mengizinkannya.
Kami berjalan di trotoar. Hening menghampiri kami, ia sibuk dengan pikirannya sendiri dan aku pun begitu. Terlihat di ujung jalan di depan adalah rumahku, aku menunjukkannya padanya. Ia mengangguk dan menarikku dengan setengah berlari. Katanya lebih baik jika aku lebih cepat sampai di rumah.
Beberapa menit kemudian kami telah sampai di depan rumahku. Aku menawarinya untuk mampir ke rumahku tapi ia menolaknya. Ia segera izin pulang karena ingin segera berganti pakaian dan ia berjanji untuk berkunjung ke rumahku lain waktu.
Beberapa hari kemudian ia menepati janjinya. Siang itu ia berdiri di depan pintu rumahku mengenakan celana jeans panjang dan kemejabiru tua, baju yang dikenakannya ketika pertama kali ia bertemu denganku. Ketika aku membuka pintu untuknya ia menyunggingkan senyumnya yang begitu manis hingga aku tak sadar diri membiarkannya berdiri untuk beberapa saat. Sesaat aku tersadar lalu mempersilahkannya masuk dan duduk. Tak lama setelah aku berbincang-bincang dengannya di luar terdengar suara air berjatuhan. Ia mengajakku duduk di teras dan aku menyetujuinya. Kulihat ia terus memandangi hujan dan tersenyum ke arahnya. Ia seperti tak menghiraukanku, aku terus mengajaknya berbicara tapi ia hanya mengangguk dan berbicara seadanya tanpa menoleh ke arahku. Semakin lama aku semakin tak tahan, kutarik lengannya yang kuat ke halaman rumahku. Aku berdiri berhadap-hadapan dengannya kemudian ia tersenyum ke arahku. Ia mengajakku menari dan berlari-larian seperti saat pertama kali ia bertemu denganku. Aku tak tahu mengapa kini aku benar-benar menikmati indahnya hujan. Aku masih belum memahami mengapa ia begitu mencintai hujan. Aku pun tak mengerti bahwa kurasa kini aku juga mulai menyukai hujan. Suasana yang ia tunjukkan padaku. Ya, kini aku benar-benar mencintai hujan, sama sepertinya dan dia yang telah membuka hatiku untuk tak memandang hujan dengan sebelah mata. Kini aku benar-benar merasakan damainya memeluk hujan.
Sejak kunjungan pertamanya ke rumahku, ia jadi lebih sering berkunjung hingga orangtuaku telah hafal dengan wajah dan sifatnya. Hanya saja ia tak pernah memperbolehkanku untuk mengunjungi rumahnya, bahkan alamatnya pun aku tak pernah tahu.
Suatu malam ia datang ke rumahku ditemani oleh hujan. Ia menungguku di halaman. Seperti biasa ia mengenakan celana jeans panjang dan kemeja. Tangan kanannya memegang payung dan tangan kirinya ia sembunyikan di dalam saku celananya. Aku berlari keluar tanpa menggunakan payung dan bergabung bersamanya di bawah lindungan payungnya. Tak seperti biasanya ketika kami tak pernah menghindari hujan kali ini kami berlindung darinya. Kurasa kedatangannya kali ini tak memberi suasana baik. Aku semakin yakin kalau perasaanku benar. Ia tak tersenyum seperti biasanya ketika ia bertemu denganku, ia terus menunduk sedari tadi.
Setelah beberapa menit kami hanya terdiam, ia mengangkat wajahnya dan ia memandangku sembari berkata bahwa ia baik-baik saja. Lalu aku menatap matanya dan aku mengatakan bahwa aku tahu bahwa ia tidak dalam keadaan baik. Akhirnya ia menyerah dan ia mengangguk tanda setuju bahwa ia memang tak dalam keadaan baik. Kemudian ia mengatakan tujuannya datang kemari ia ingin berpamitan padaku, ia akan pergi ke luar negeri. Hatiku serasa tersentak, seperti ditindih sesuatu yang membuatku sesak. Tak kusadari air bening mengalir melewati pipiku. Perasaan apa ini? Mengapa aku merasa akan kehilangan seseorang yang amat kusayangi? Ia mencoba menenangkanku dengan mengatakan kalau ia tak akan lama mungkin hanya beberapa saat, tapi aku tak mempercayainya. Ia juga mengatakan kalau aku ingin menemuinya suatu saat nanti, aku harus menunggunya disini saat hujan datang.
Setelah selesai mengatakan itu ia meraih tanganku dan menggenggamkan payungnya di tanganku kemudian ia tersenyum dengan manis, senyum tulus terakhirnya untukku sebelum akhirnya ia berbalik dan berjalan menerjang hujan. Ia tak berbalik untuk menoleh padaku lagi, ia terus berjalan menunduk dengan kedua tangannya diasembunyikan di saku celananya. Aku terus menatap kepergiannya hingga tubuhnya hilang di kejauhan. Aku menjatuhkan payung yang ia berikan padaku. Kubiarkan rinai hujan memelukku, membasuh tangisku, membiarkanku basah olehnya.
Sejak malam itu aku terus berlari ke halaman ketika hujan turun. Aku terus menunggunya hingga dua tahun terakhir. Aku tak mengerti mengapa ia meninggalkanku dengan keadaan seperti ini. Aku mencintai hujan, aku merindukan hujan sama seperti aku merindukannya, seorang laki-laki yang menunjukkan padaku betapa indahnya hujan yang kata orang begitu menyebalkan. Aku juga masih menitikkan air mata namun tak pernah ada yang tahu bahwa aku menangis karena hujan telah menyamarkannya. Hingga saat ini pun aku juga masih menyimpan payung yang ia berikan padaku. Payung berwarna hijau polos itu masih kusimpan baik-baik. Hanya itu yang kupunya, bahkan fotonya pun aku tak memilikinya. Aku tak pernah tau dimana ia tinggal, seperti apa rupa orangtuanya, ia hanya hidup disini, dalam kenanganku. Kenangan yang hanya aku dan hujan yang tahu.

Satu hari dibulan Juni

Januari 13, 2016

Thank you for all the experience of this past year;
for times of success which will always be happy memories,
for times of failure which reminded me of my own weakness and of my need for you,
for times of joy when the sun was shining,
for times of sadness which drove me to you.

ON 12 JULY '14

Januari 13, 2016

Even if we together just for a few days, but i'm the luckiest girl who ever feel that moments. You're all i need, you're my sun on the morning and my star at night. What am i suppose to do when the best part of me was always you? I still fall for you everyday. And it's hard to say goodbye to you. Don't forget me, cause i can't forget you. its hurt to waiting and let you go, and its more hurt that i even dont know to keep waiting or keep silent, and then let you go. I promise i'll be fine, but not today.

postingan 13 Januari 2016(2)

Januari 13, 2016

   Dalam satu ruangan dengan situasi yang belum ada ungkapan. Kotak pensil, buku, dan terangnya cahaya lampu kelas.
   Didepan sebuah tembok bertebing dua dan diantara banyaknya buku bertebaran. Suara bel, jejak sepatu langkah seragam merah putih.
   Post it dengan kenaikan status sebagai pelajar. post it yang menjadi saksi kecil bisu sebuah anak-anak huruf berkolaborasi membentuk kalimat perkalimat penghubung kita semalam.
   Kota asing, pintu yang bergerak sendiri. Menunggu antrian dan sepatah kalimay yang tiba-tiba tanpa malu.
   Diantara kursi dan meja yang menumpuk dan mendudukinya dengan kaki bergelantung, diatas kepala.
   Lilin yang tersenyum dengan cahayanya yang indah. Suci.
   Kotak, bunyi sound dan mic yang berantakan, dari sela-sela rambut yang menutupi wajah.
   Hujan, mangkuk yang hangat disaat lelah belajar. "permisi" melewati sela yang sempit.
   Kelas yang sama diserong kiri, pemandangan tak asing bulpen yang selalu berputar diatas sebuah jemari.
   Langkah yang sama tak ada jarak disaat bulan dan bintang bersinar bersama dan merekam semuanya.
   Gitar terpetik, ricuh suara, kebersamaan. Satu percakapan "uang".
   Diatas sofa merah dan disekitar jalanan yang ribut.


21april, 15mei, 20mei, 30juni.

sebuah pilihan sudah digariskan

Januari 13, 2016

Sekiranya kamu tak pernah tau, tapi kaki ini terus melaju menuju pucuknya. Meskipun penuh dengan keterbatasan, kita berdua bisa melaju bersama didalam belenggu. Aku dan kamu hanya manusia yang buta arah mencoba meraba alam. Aku bukan sang pemegang raket yang handal sepertimu, aku juga tidak sepenuhnya seperti yang kamu harapkan. Kata-kata masih kacau balau ketika aku berbicara. Yang aku tahu hanya rasa dalam benak. Rasa yang tak pernah mati saat kali ini mencoba tenggelamkan badanku. Tak peduli siapa yang salah, aku hanya ingin selalu menghirup udara yang sama sepertimu. Cenayangku bukan yang bisa menerawang jiwa. Yang aku tahu kau tetap sepetak didepanku, menghadapku sambil menggengkamku erat. Diatas cakrawala, mungkin semua janji dipaparkan menghilang saat kita berdua beradu kebencian. Mungkin saatnya kita berjabat tangan untuk dunia yang baru. Atau mungkin emang sudah saatnya kita berpisah. Sampai paras ini tak kenal lagi siapa kita. Pilihan telah digariskan.

Postingan 13 Januari 2016

Januari 13, 2016

kamu, dalam dunia yang tak terjamah adalah kemustahilan yang membodohi pikiranku. tak seharusnya kubiarkan kau menjalari nadi nadi impianku menyeruput kepingan kepingan jiwa itu. membelah pikiranku, lalu sudutkan pilihanku antara kau dan kenyataan dalam batas yang begitu tipisnya. letih, menggelayuti pikiranku dari waktu ke waktu, aku ingin sekali berhenti dan akhiri semua mimpi lalu kembali ke realita yang terpahit sekalipun, biar terhujam ku didasar samudra hingga bisa kembali kusadar bahwa hidup tak lain hanya kepahitan yang tak berujung bukan semata secawan anggur kebahagiaan yang sering butakan mata dan hati, bukan pula timbunan kenikmatan yang sering buat kulupa dimana sebenarnya kujejakkan kaki.

       ingin rasanya bisa kupindahkan ragaku kelangit yang tak berbatas supaya aku tak lagi harus menatap kesempurnaanmu dari bilik jiwaku yang begitu memabukkan pikiranku hingga aku slalu terbuai dibelantara khayal seribu asa.   
       kapankah kan kau ijinkan kudekap hatimu satu detik saja? sebelum aku langkahkan kaki pergi dari semesta kerinduan yang menyesakkan ini? yang membuatku begitu yakin menghadapi kesempurnaanmu?

Happy Graduation

Januari 13, 2016

15 mei 2014

mau #throwback. dimana ini puncak dari tiga tahun kita bareng-bareng di smp ypk. dimana banyak kenangan yang lahir bersama. gakerasa banget ya jalanin tiga tahun. yang awalnya gakenal satu sama lain, yang belum berbaur kompak dan enggak terlalu peduli sama angkatan. dikelas 7, 8, dan 9. kalian bener-bener temen yang super. yang setiap hari selalu ada aja kejadian gak ada habisnya. kocak super, masalah, capek, kerja keras, males malesan dll. kangen sama kalian banget vtc smp ypk.
 V.I.P (Voluminous Impassion Pace) Farewell Party<3

we laughed, we cried, but well never say goodbye

Popular Posts