for times of success which will always be happy memories,
for times of failure which reminded me of my own weakness and of my need for you,
for times of joy when the sun was shining,
for times of sadness which drove me to you.
Even if we
together just for a few days, but i'm the luckiest girl who ever feel
that moments. You're all i need, you're my sun on the morning and my
star at night. What am i suppose to do when the best part of me was
always you? I still fall for you everyday. And it's hard to say goodbye
to you. Don't forget me, cause i can't forget you. its hurt to waiting
and let you go, and its more hurt that i even dont know to keep waiting
or keep silent, and then let you go. I promise i'll be fine, but not
today.
Dalam satu ruangan dengan situasi yang belum ada ungkapan. Kotak pensil, buku, dan terangnya cahaya lampu kelas.
Didepan sebuah tembok bertebing dua dan diantara banyaknya buku
bertebaran. Suara bel, jejak sepatu langkah seragam merah putih.
Post it dengan kenaikan status sebagai pelajar. post it yang menjadi
saksi kecil bisu sebuah anak-anak huruf berkolaborasi membentuk kalimat
perkalimat penghubung kita semalam.
Kota asing, pintu yang bergerak sendiri. Menunggu antrian dan sepatah kalimay yang tiba-tiba tanpa malu.
Diantara kursi dan meja yang menumpuk dan mendudukinya dengan kaki bergelantung, diatas kepala.
Lilin yang tersenyum dengan cahayanya yang indah. Suci.
Kotak, bunyi sound dan mic yang berantakan, dari sela-sela rambut yang menutupi wajah.
Hujan, mangkuk yang hangat disaat lelah belajar. "permisi" melewati sela yang sempit.
Kelas yang sama diserong kiri, pemandangan tak asing bulpen yang selalu berputar diatas sebuah jemari.
Langkah yang sama tak ada jarak disaat bulan dan bintang bersinar bersama dan merekam semuanya.
Gitar terpetik, ricuh suara, kebersamaan. Satu percakapan "uang".
Diatas sofa merah dan disekitar jalanan yang ribut.
21april, 15mei, 20mei, 30juni.
Sekiranya kamu tak pernah tau, tapi kaki ini terus melaju menuju pucuknya. Meskipun penuh dengan keterbatasan, kita berdua bisa melaju bersama didalam belenggu. Aku dan kamu hanya manusia yang buta arah mencoba meraba alam. Aku bukan sang pemegang raket yang handal sepertimu, aku juga tidak sepenuhnya seperti yang kamu harapkan. Kata-kata masih kacau balau ketika aku berbicara. Yang aku tahu hanya rasa dalam benak. Rasa yang tak pernah mati saat kali ini mencoba tenggelamkan badanku. Tak peduli siapa yang salah, aku hanya ingin selalu menghirup udara yang sama sepertimu. Cenayangku bukan yang bisa menerawang jiwa. Yang aku tahu kau tetap sepetak didepanku, menghadapku sambil menggengkamku erat. Diatas cakrawala, mungkin semua janji dipaparkan menghilang saat kita berdua beradu kebencian. Mungkin saatnya kita berjabat tangan untuk dunia yang baru. Atau mungkin emang sudah saatnya kita berpisah. Sampai paras ini tak kenal lagi siapa kita. Pilihan telah digariskan.
kamu, dalam dunia yang tak terjamah adalah kemustahilan yang membodohi pikiranku. tak seharusnya kubiarkan kau menjalari nadi nadi impianku menyeruput kepingan kepingan jiwa itu.
membelah pikiranku, lalu sudutkan pilihanku antara kau dan kenyataan
dalam batas yang begitu tipisnya. letih, menggelayuti pikiranku dari
waktu ke waktu, aku ingin sekali berhenti dan akhiri semua mimpi lalu
kembali ke realita yang terpahit sekalipun, biar terhujam ku didasar
samudra hingga bisa kembali kusadar bahwa hidup tak lain hanya kepahitan
yang tak berujung bukan semata secawan anggur kebahagiaan yang sering
butakan mata dan hati, bukan pula timbunan kenikmatan yang sering buat
kulupa dimana sebenarnya kujejakkan kaki.
15 mei 2014
we laughed, we cried, but well never say goodbye |